Waktu itu, pada tanggal 31 Maret 2020, ketika pandemi Covid-19 belum lama mulai menyebar di wilayah Negara Republik Indonesia, seluruh pekerja di Hotel Aryaduta Jakarta, dimana 75 orang pekerja dari sekitar 250 pekerjanya adalah anggota FSPM, dikumpulkan di ballroom oleh pihak manajemen.
Saat itu, para pekerja diberi informasi bahwa Hotel Aryaduta akan tutup operasi per tanggal 1 April 2020, pada pekerja diminta untuk menandatangani Surat Perjanjian Bersama, yang pada intinya para pekerja “memahami” bahwa hotel harus tutup operasional akibat dari pandemi covid-19, sehingga para pekerja diminta bersedia untuk melakukan pengakhiran hubungan kerja dengan mendapatkan pesangon dengan nominal tertentu.
Pihak manajemen juga menyampaikan, apabila para pekerja tidak menandatangani surat Perjanjian Bersama dan tidak mengumpulkannya pada hari itu juga ( 31 Maret 2020), maka mulai tanggal 1 April 2020, tidak ada lagi pihak manajemen yang akan mengurus surat perjanjian bersama tersebut, dan pengurusannya harus dilakukan di kantor pusat di wilayah Tangerang.
Mendengar informasi tersebut, seluruh pekerja berbondong-bondong menandatangani PB tersebut, dari 250 pekerja, hanya 2 orang yang bertahan, yaitu Ketua Serikat dan 1 orang pekerja non anggota. Namun pada akhirnya, seluruh pekerja menandatangani PB tersebut. Hal yang sama juga terjadi di Hotel Aryaduta Bandung, yang juga menjadi anggota FSPM.
Setelah penutupan hotel tersebut, pada bulan Juni
2020, Hotel Aryaduta Jakarta beroperasi kembali seperti semula.
Waktu itu, pada tanggal 6 April 2020, ketika pandemi Covid-19 belum lama mulai menyebar di wilayah Negara Republik Indonesia, seluruh pekerja di Hotel Le Grandeur Jakarta, dimana 42 orang pekerja dari sekitar 120 pekerjanya adalah anggota FSPM, dikumpulkan di ballroom oleh pihak manajemen.
Saat itu, para pekerja mendapat informasi bahwa Hotel Le Grandeur Jakarta akan tutup operasi per tanggal 7 April 2020, pada pekerja diminta untuk menandatangani Surat Perjanjian Bersama, yang pada intinya para pekerja “memahami” bahwa hotel harus tutup operasional akibat dari pandemi covid-19, sehingga para pekerja diminta bersedia untuk melakukan pengakhiran hubungan kerja dengan alasan efisiensi. Seluruh pekerja mengambil pesangon.
Demikian juga halnya yang terjadi di Hotel Grand Mahakam Jakarta, dan juga Redtop Hotel & Convention Centre, Jakarta, seluruh anggota memilih opsi untuk pensiun dini.
Di Jawa Timur, seluruh anggota SPM Ijen Resort & Villas Banyuwangi juga akhirnya menyerah dengan menerima untuk dipensiundinikan dengan pesangon yang sangat murah, dikarenakan perusahaan menutup usahanya meskipun untuk sementara waktu akibat adanya pandemi covid-19.
_________
Pada tanggal 3 Agustus 2021, Sdr. Wildan Ginanjar yang merupakan Ketua SPM Karya Persada- Courtyard Bandung by Marriott, bersama dengan 14 orang lainnya untuk tahap pertama, di PHK dengan alasan Hotel mengalami kerugian selama 2 tahun terakhir dimana salah satunya karena akibat pandemi Covid-19.
Apabila melihat ke belakang, ketika pandemi covid-19 mulai menyebar di Negara Indonesia, sejak bulan Mei – Juli 2020, para pekerja Courtyard Bandung yang dirumahkan tidak mendapatkan upah sama sekali, meskipun kemudian pada bulan Desember 2020, disepakati, bahwa para pekerja yang dirumahkan mendapatkan upah sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk bulan Mei – Juli 2020.
Setidaknya sejak bulan Mei 2020 sampai dengan sekarang, para pekerja telah berkontribusi dengan dipotong upahnya dan hanya menerima upah sebesar 30% – 50% setiap bulannya selama pandemi covid-19 meskipun tidak ada kesepakatan sebelumnya, dengan harapan tidak ada PHK.
Beberapa bulan setelah pada bulan Februari 2021, sdr. Wildan dipilih menjadi Ketua Serikat oleh anggota SPM Karya Persada- Courtyard Bandung by Marriott, Sdr. Wildan bersama dengan pengurus lainnya berkirim surat kepada pihak manajemen, sehubungan dengan adanya pemotongan upah tanpa ada kesepakatan dengan pihak serikat terlebih dahulu, selain itu, pihak manajemen secara sepihak memberlakukan cuti tanpa gaji (unpaid leave) dan para pekerja tidak mendapatkan hari libur mingguannya, dan juga pihak manajemen secara sepihak mengganti upah lembur dengan 2 hari libur pengganti. Namun permintaan bipartit dari pihak serikat tidak pernah ditanggapi.
Karena tidak ditanggapi, selanjutnya pengurus serikat melaporkan tindakan pelanggaran aturan ketenagakerjaan kepada Pengawas di Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Barat. Ketika kemudiaan pihak Pengawas melakukan inspeksi untuk mengumpulkan informasi atas aduan dari pengurus SPM Karya Persada- Courtyard Bandung by Marriott, maka tidak lama berselang dari inspeksi tersebut, sdr Wildan dan 14 orang lainnya di PHK dengan alasan hotel melakukan efisiensi.
Dugaan bahwa PHK terhadap sdr. Wildan Ginanjar dan 11 orang pekerja lainnya sebagai sebauh aksi balas dendam tentu saja sangat kental, karena dalam beberapa kali negosiasi, pihak manajemen tidak konsisten menyatakan tentang alasan PHK. Pada awalnya menyatakan bahwa hotel dalam keadaan merugi selama 2 tahun terakhir, dan harus melakukan efisiensi, namun kemudian alasan PHK berubah lagi dengan menggunakan alasan adanya Job Eliminination.
Atas PHK dengan alasan efisiensi ini, dan juga untuk mencegah adanya PHK tahap kedua dan seterusnya, FSPM Regional Jawa Barat telah melakukan aksi solidaritas yang dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2021 dan kemudian melakukan aksi solidaritas setiap hari kamis sejak tanggal 2 September 2021.
_________
Dari beberapa peristiwa di atas, hendaknya setiap serikat pekerja anggota untuk menjaga komunikasi dengan anggota, dan juga dengan Sekretariat Regional maupun Sekretariat Nasional FSPM, agar dapat mengantisipasi dan melakukan perlawanan terhadap segala bentuk manuver pihak pengusaha untuk menhentikan hak penghidupan para pekerja, karena seringkali, alasan melakukan PHK bukanlah dikarenakan perusahaan sedang merugi, tetapi lebih kepada memanfaatkan situasi pandemi covid-19 untuk melakukan PHK kepada para pekerjanya. Ketika seluruh pekerja sudah di PHK, maka kemudian pengusaha merekrut tenaga kerja dengan pekerja non permanen, baik itu dengan pekerja PKWT, pekerja Harian atau lepas, maupun pekerja alih daya (outsource), dan yang paling ironis, Perjanjian Kerja Bersama diganti dengan Peraturan Perusahaan.
Maka tidaklah berlebihan apabila pada situasi dan kondisi yang sulit ini, setiap Serikat Pekerja Anggota untuk berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan hak penghidupan, karena dengan mempertahankan hak penghidupan, itu artinya juga Serikat Pekerja sedang mempertahankan hak berserikat.
Oleh karena itu, Rapat Majelis Umum FSPM mendorong
kepada seluruh anggota FSPM untuk bersama-sama bahu membahu baik di tingkat
lokal, regional, maupun nasional melakukan perlawanan sehormat-hormatnya untuk
mempertahankan hak penghidupan, agar hak Berserikat di tempat kerja juga bisa
dipertahankan.